Orang pintar bisa “memanipulasi” dengan statistik. Benarkah itu? Dapatkah data statistik menerangkan realita secara obyektif? Data dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga statistik resmi yang metodologi dan etikanya dikawal oleh lembaga dunia PBB (United Nations). Konsep yang dipakai menggunakan standar PBB agar data yang dihasilkan dapat dibandingkan antarnegara.
Dalam menerbitkan data statistik, Badan Pusat Statistik menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, meningkatkan kualitas data yang dihasilkan agar memiliki akurasi tinggi, mudah diakses oleh publik, relevan dengan persoalan-persoalan aktual, terjaga timeliness-nya dan komprehensif.
Kedua, lembaga statistik harus secara terus-menerus memberi pengetahuan kepada publik tentang cara membaca data secara benar. Publisitas kepada publik oleh BPS tentang cara membaca data statistik sangatlah penting agar bisa diterima obyektivitasnya.
Ketiga, metode penyajian data perlu lebih komprehensif. Ketika disajikan sebagai laporan resmi, kualitasnya akan naik bila dilengkapi dengan sisi-sisi yang lebih utuh sehingga penyajiannya lebih menyeluruh. Bila BPS menyajikan angka pertumbuhan ekonomi dan kinerja ekonomi secara sektoral maka rasa ingin tahu digugah untuk mengkaji apakah dalam sektor tersebut pertumbuhan hanya berasal dari sekelompok jenis usaha tertentu ataukah diperoleh dari semua jenis aktivitas usaha.
Data statistik juga perlu diperkaya dengan dimensi spasial di mana pertumbuhan itu terjadi. Apakah akumulasi nilai tambah hanya berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera? Bagaimanakah kontribusi Indonesia bagian timur terhadap angka pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) nasional? Angka pertumbuhan ekonomi nasional yang dilengkapi data statistik spasialnya akan lebih berguna untuk memahami pola pembangunan yang mengukuhkan integrasi bangsa.
Di balik data statistik, ada ulasan penulis, Saudara Jousairi, tentang ramalan produksi padi melalui angka—angka statistik secara aggregative menggambarkan pertumbuhan sektor pertanian. Di balik data statistik pertanian ini, terungkap pula bahwa hampir 80 persen petani di Jawa ternyata adalah petani gurem, dan terdapat disparitas besar penguasaan lahan. Maka ada kemungkinan bahwa pertumbuhan yang terjadi berasal dari 10 atau 15 persen petani berlahan luas saja. Dengan demikian, ada keperluan mendesak untuk mengembangkan kebijakan pembangunan pertanian yang juga mencakup petani gurem yang jumlahnya besar agar turut serta mendorong peningkatan produksi dan sekaligus mengangkat kesejahteraan petani gurem.
Buku ini memfokuskan telaahannya pada bagaimana memahami makna data statistik. Dengan demikian, diharapkan masyarakat terbiasa dengan data statistik. Itu karena data statistik bisa menuntun kita mengenali fakta-fakta dengan lebih baik. Dengan mengenali fakta masa kini, perkembangan masa depan bisa diperkirakan. Pada gilirannya, kegiatan pembangunan lebih ditujukan untuk menanggapi tantangan sehingga Indonesia yang lebih makmur, adil, dan hijau lestari bisa terwujud.
Prof. Dr. Emil Salim, Jakarta, 2012, dalam buku "Tangguh Dengan Statistik Dalam Membaca Realita Dunia" Penerbit Buku Nuansa Cendekia
0 komentar:
Posting Komentar