Pada saat ini, kita dihadapkan pada permasalahan krisis lingkungan global. Bahkan akhir-akhir ini, krisis tersebut menjadi semakin parah, namun di sisi lain, tidak ada upaya yang berarti untuk memulihkanya. Ini akibat dari keserakahan manusia dalam menguasai alam untuk kepentingan pribadinya sendiri secara egoistik. Di samping itu, pertambahan penduduk bumi yang semakin meningkat, mau tak mau, turut memperparah krisis yang terjadi.
Krisis lingkungan yang demikian parah tentu menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan umat manusia di bumi. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan dan tanpa pemulihan yang semestinya menyebabkan rusaknya keseimbangan alam. Tanah, air, dan udara menjadi tercemar, yang pada akhirnya mengancam kehidupan di bumi. Bila hal ini dibiarkan terjadi terus-menerus, maka tidak mustahil pada suatu saat nanti, umat manusia akan punah karena bumi tempat mereka hidup sudah tidak layak untuk ditempati.
Hal ini semestinya menjadi perhatian semua pihak, tak terkecuali kaum agamawan. Perlu kita renungkan bersama, ajaran agama yang seperti apa yang telah kita kembangkan selama ini sehingga minim sekali perhatian kita terhadap krisis ekologi dan perusakan lingkungan. Kita yakin bahwa ajaran agama yang kita anut pasti benar, termasuk ajaran yang menyangkut masalah lingkungan. Maka patut dipertanyakan, faktor apa sesungguhnya yang menyebabkan kita menyimpang dari ajaran agama tersebut. Dan sudah tiba saatnya bagi kita untuk mengkaji dan mengembangkan pandangan dan ajaran agama yang diperlukan untuk memecahkan masalah ekologi.
Di samping itu, dalam mengatasi krisis lingkungan, kita mesti punya visi dan pemikiran baru yang bersifat global dan berorientasi ke masa depan. Dan percayalah bahwa wawasan keagamaan dan penghayatan keruhanian dapat memperkaya visi dan pemahaman kita tentang kehidupan dan lingkungan hidup kita.
Dalam upaya mewujudkan harapan ini, tidaklah bijak bila kita hanya mempercayakan pada kalangan pegiat lingkungan, baik dalam lingkup lokal, regional, maupun global. Lebih dari itu, usaha ini juga mesti menjadi pijakan dalam pengambilan keputusan politik, baik lokal, nasional, regional, maupun dan global. Hal ini pun harus menjadi tugas pemerintah di semua level kepemimpinan agar kebijakan mengenai masalah lingkungan dapat dikaitkan dengan semua kegiatan produksi dan konsumsi ekonomis yang ditunjang oleh perundang-undangan. Politik lingkungan global membutuhkan kerjasama antarnegara, organisasi pemerintah dan non-pemerintah, yang melampaui batas-batas dan kepentingan nasional.
Dalam hal ini, kaum agamawan mesti bekerjasama atau melakukan tekanan terhadap para politisi untuk melindungi lingkungan, karena kaum politisi terkadang tidak berdaya melawan kepentingan bisnis dan kepentingan-kepentingan lain yang sempit. Agama harus berpihak pada kepentingan global dan karenanya tidak boleh bersikap acuh terhadap politik, karena melalui politiklah bisa ditetapkan kebijakan lingkungan yang mengarah ke masa depan kemanusiaan dan nasib bumi kita ini. Dalam mengatasi masalah lingkungan, agama dan politik harus seiring-sejalan dan bergandengan tangan untuk memulihkan kembali keseimbangan ekologi dan menjaga kelestarian alam.
Salah satu tugas utama agama-agama terkait dengan masalah lingkungan adalah merumuskan gagasan tentang etika lingkungan global yang juga merupakan etika lingkungan dan etika global tentang lingkungan. Etika global bukanlah campuran berbagai ajaran agama dan tidak dimaksudkan untuk menghilangkan norma-norma dan nilai-nilai tradisi dalam setiap agama.
Etika global merupakan kesepakatan bersama yang dicapai oleh agama-agama untuk dihormati dan dilaksanakan oleh setiap penganut agama yang memiliki kepedulian terhadap masalah perdamaian dan keadilan di dunia. Etika global juga bisa berupa beberapa perilaku mendasar yang diakui oleh semua agama. Oleh karena itu, etika global harus diberlakukan melalui dialog dan kerjasama antarpemeluk agama.
Etika seperti ini setidaknya menampilkan tiga permasalahan yang perlu ditangani secara global, yakni:
Hubungan antara manusia dan alam.
Hubungan Utara-Selatan.
Hubungan antara generasi sekarang dan generasi mendatang.
Hubungan antara manusia dan alam harus diubah dari hubungan yang bersifat dominasi menjadi hubungan yang mendamaikan, yang saling menopang dengan lebih mencintai alam. Pendekatan non-violence atau tanpa kekerasan dalam ajaran berbagai agama hendaklah diberlakukan terhadap makhluk lain, tidak hanya kepada manusia. Dengan demikian, setiap pembicaraan tentang hak-hak asasi manusia harus dikaitkan pula dengan hak-hak asasi alam dan nakhluk-makhluk lain.
Dunia Utara telah terlibat dalam perusakan alam melalui industrialisasi dan kolonialisisasi. Sebaliknya, dunia Selatan telah menjadi korban dari kebijakan seperti itu yang mengakibatkan mereka menjadi miskin. Beberapa negara Selatan telah mencoba untuk membangun ekonomi mereka, dan memang ada yang berhasil. Namun, kebanyakan mereka tetap miskin seperti semula walaupun mereka telah mengusahakannya dengan penuh kesungguhan. Pertambahan penduduk yang berlebihan juga membawa akibat buruk bagi pembangunan. Jurang perbedaan ekonomi dan sosial semakin dalam dan ketidaksamaan akses pada kekayaan dunia telah mengakibatkan ketidakadilan. Negara-negara Selatan yang miskin mengalami penderitaan ganda karena adanya eksploitasi sumber alam yang mereka miliki oleh negara-negara Utara dan juga karena penggunaan konsumsi yang mereka lakukan sendiri secara tidak bertanggungjawab terhadap sumber-sumber alam yang ada di sekeliling mereka.
Itu sebabnya, hubungan Utara-Selatan terkait erat dengan masalah lingkungan. Maka pemenuhan kebutuhan dasar manusia harus tercapai oleh semua penduduk bumi melalui kerjasama Utara-Selatan. Keduanya harus mempunyai kepedulian terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan pemeliharaan lingkungan yang dilaksanakan secara terpadu. Inilah arti yang sebenarnya dari “pembangunan yang berkelanjutan”.
Sementara itu, hubungan baru antara generasi masa kini dan generasi masa mendatang harus ditandai dengan sikap hidup baru dari generasi sekarang yang tidak merusak lingkungan dan mempunyai visi baru untuk mewariskan lingkungan yang bersih dan berimbang kepada generasi mendatang. Visi baru ini bukan hanya menyangkut keinginan untuk memberikan cinta kasih kepada anak-cucu yang hidup sekarang, tetapi juga kepada mereka yang akan lahir kemudian. Dengan demikian, penghematan dan pengendalian diri merupakan tugas dan etika mulia yang harus kita jalankan.
Semoga catatan-catatan berserakan dalam buku ini dapat menyadarkan kita semua akan arti dan makna terdalam dari keyakinan agama terhadap masalah lingkungan hidup yang terus dikuras dan tak terjaga kelestariannya. Penulis mohon izin dan maaf yang setulus-tulusnya kepada para pakar dan ulama/kiai yang ide-idenya penulis gunakan untuk menguatkan argumen sepanjang pembahasan ini tanpa izin dalam pengutipannya. Kepada pembaca yang budiman, sudilah kiranya memberi apresiasi dan masukan untuk penyempurnaan isi buku ini. Dan terakhir, kepada Allah jualah penulis mohon ampun atas kesalahan dan kekeliruan dalam memahami dan memaknai agama untuk kemaslahatan hidup sehari-hari penulis sendiri.
Ir. H. E. Herman Khaeron, M.Si., dalam buku "Islam, Manusia, dan Lingkungan Hidup" Penerbit Buku Nuansa Cendekia
0 komentar:
Posting Komentar